Minggu, 27 April 2014

Perjalanan Kurikulum di Indonesia

Indonesia telah beberapa kali memberlakukan kurikulum yang tidak lain bertujuan untuk memutakhirkan pengetahuan agar tidak usang dan tertinggal. Berikut ini beberapa kurikulum yang pernah diberlakukan di Indonesia seperti yang dikemukakan oleh Soekisno (2007) :
1. Kurikulum 1947
Kurikulum yang berlaku pada awal kemerdekaan dan diberi nama rentjana peladjaran 1947 ini masih dipengaruhi sistem pendidikan Kolonial Belanda/Jepang dan hanya sebagai penerus dan pengganti sistem pendidikan kolonial Belanda. Sistem pendidikan pada masa itu lebih menekankan pada pembentukan karakter manusia Indonesia yang merdeka dan berdaulat.
2. Kurikulum 1952
Kurikulum ini diberi nama rentjana peladjaran terurai 1952 dan merupakan penyempurnaan dari kurikulum sebelumnya dan sudah mengarah pada sistem pendidikan nasional. Pelajaran pada kurikulum ini lebih memperhatikan dan menekankan pada materi yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari.
3. Kurikulum 1964
Pemerintah Indonesia kembali menyempurnakan sistem kurikulumnya. Kali ini diberi nama Rentjana Pendidikan 1964. Ciri dari kurikulum ini adalah keinginan pemerintah Indonesia agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana yaitu pengembangan moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan, dan jasmani.
4. Kurikulum 1968
Kurikulum ini merupakan pembaharuan dari Kurikulum sebelumnya (1964), yaitu dilakukannya perubahan struktur kurikulum dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus yang merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Kurikulum 1968 ini bertujuan untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Ciri kurikulum 1968 ditandai dengan pendekatan peng-organisasian materi pelajaran dengan pengelompokan suatu pelajaran yang berbeda, yang dilakukan secara korelasional correlated subject curriculum, yaitu mata pelajaran yang satu dikorelasikan dengan mata pelajaran yang lain.
5. Kurikulum 1975
Pada kurikulum 1975, setiap bidang studi dicantumkan tujuannya, sedangkan pada setiap pokok bahasan diberikan tujuan instruksional umum yang dijabarkan lebih lanjut dalam berbagai satuan bahasan yang memiliki tujuan instruksional khusus. Metode penyampaian satuan bahasan pada kurikulum ini disebut Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Ciri kurikulum pada masa Menteri Pendidikan dan Kebudayaannya adalah Dr. Syarif Thayeb ini bersifat Integrated Curriculum Organization dengan jumlah mata pelajaran berdasarkan tingkatan SD mempunyai struktur program, yang terdiri atas 9 bidang studi termasuk mata pelajaran PSPB, pelajaran ilmu alam dan ilmu hayat digabung menjadi satu dengan nama Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Pelajaran Ilmu Aljabar dan Ilmu Ukur digabung menjadi Matematika. Jumlah mata pelajaran di SMP dan SMA menjadi 11 bidang studi, Jurusan di SMA dibagi atas 3 yaitu jurusan IPA, IPS dan Bahasa.
6. Kurikulum 1984
Kurikulum ini merupakan penyempurnaan dari kurikulum 1975. Kurikulum pada masa Prof. Dr. Nugroho Notosusanto (Mendikbud) ini memiliki ciri sebagai berikut:
  • bersifat content based curriculum
  • program mata pelajarannya mencakup 11 bidang studi
  • jumlah mata pelajaran di SMP 11 bidang studi
  • jumlah mata pelajaran di SMA-15 bidang studi untuk program inti dan 4 bidang studi untuk program pilihan
  • penjurusan di SMA dibagi atas 5 (lima) jurusan yaitu program A1 (ilmu fisika), program A2 (ilmu biologi), program A3 (ilmu sosial), program A4 (ilmu budaya), program A5 (ilmu agama).
7. Kurikulum 1994
Kurikulum selanjutnya yang pernah diberlakukan adalah kurikulum 1994, namun banyak pengelola pendidikan mengeluhkan berbagai kelemahan dan kekurangan kurikulum ini. Ciri kurikulum pada masa Prof. Dr. Ing. Wadiman Djoyonegoro (Mendikbud) ini adalah:
  • bersifat objective based curriculum
  • nama SMP dan SLTP kejuruan diganti menjadi SLTP (Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama)
  • mata pelajaran PSBP dan keterampilan ditiadakan
  • program pengajaran SD dan SLTP disusun dalam 13 mata pelajaran
  • nama SMA diganti SMU (Sekolah Menengah Umum)
  • program pengajaran di SMU disusun dalam 10 mata pelajaran
  • penjurusan dibagi atas tiga jurusan (dilakukan di kelas 2), yaitu jurusan IPA, IPS, dan Bahasa
  • SMK memperkenalkan program pendidikan sistem ganda (PSG)
  • aspek yang dikedepankan dinilai terlalu padat, sehingga sangat membebani siswa dan berpengaruh pada merosotnya semangat belajar siswa, sehingga mutu pendidikan pun semakin terpuruk.
8. Kurikulum 2004 (KBK)
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang hanya berlaku sampai tahun 2006 ini pada dasarnya merupakan gagasan dari Kurikulum Berbasis Kemampuan Dasar (KBKD) yang pernah diperkenalkan oleh Boediono dan Ella (1999), yang memfokuskan pada wujud pertumbuhan dan perkembangan potensi peserta didik. Ciri kurikulum pada masa Prof. H. Abdul Malik Fajar (Mendikbud) ini adalah:
  • bersifat competency based curriculum
  • sebutan SLTP menjadi SMP, sebutan SMU menjadi SMA
  • program pengajaran di SD disusun dalam 7 mata pelajaran, SMP 11 mata pelajaran, SMA 17 mata pelajaran
  • penjurusan di SMA dilakukan di kelas 2 dan dibagi atas 3 jurusan yaitu Ilmu Alam, Ilmu Sosial, dan Bahasa,
  • memfokuskan aspek kompetensi siswa dan prinsip pembelajaran berpusat pada siswa serta menggunakan pendekatan menyeluruh dan kemitraan yang mengutamakan proses pembelajaran dengan pendekatan kontekstual (contextual teaching and learning)
9. Kurikulum 2006 (KTSP)
Kurikulum yang terkenal dengan sebutan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) ini disusun dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan dan diberlakukan mulai tahun ajaran 2006/2007, menggantikan dan sebagai kelanjutan dari kurikulum 2004 (KBK). Perubahannya hanya pada penentuan mata pelajaran masing-masing bidang studi dengan penjabaran aspek-aspeknya. Kurikulum ini lahir seiring dengan pemberlakuan Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem pendidikan Nasional serta Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Perbedaan KTSP dari kurikulum yang pernah berlaku sebelumnya terletak pada sistem pengembangannya. Pengembangan kurikulum sebelum KTSP dilakukan secara terpusat (sentralistik), sedangkan KTSP dikembangkan oleh satuan pendidikan dengan memperhatikan karakteristik dan perbedaan daerah (desentralistik) masing-masing. Ciri KTSP sebagai berikut:
  • menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa, baik secara individual, maupun klasikal
  • berorientasi pada hasil belajar (learning out comes) dan keberagaman
  • penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi
  • sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur pendidikan
  • penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi
  • memiliki peluang untuk dikembangkan oleh satuan pendidikan.
10. Kurikulum 2013
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan masih menggodok kurikulum baru yang rencananya akan diberlakukan pada tahun 2013 mendatang. Semoga kurikulum baru itu tidak memberatkan guru dan siswa serta berupaya memutakhirkan pengetahuan dengan mengedepankan akhlak mulia. 
Ada empat aspek yang harus diberi perhatian khusus dalam rencana implementasi dan keterlaksanaan kurikulum 2013.
Kompetensi guru dalam pemahaman substansi bahan ajar, yang menyangkut metodologi pembelajaran, yang nilainya pada pelaksanaan uji kompetensi guru (UKG) baru mencapai rata-rata 44,46
Kompetensi akademik di mana guru harus menguasai metode penyampaian ilmu pengetahuan kepada siswa.
Kompetensi sosial yang harus dimiliki guru agar tidak bertindak asocial kepada siswa dan teman sejawat lainnya.
Kompetensi manajerial atau kepemimpinan karena guru sebagai seorang yang akan digugu dan ditiru siswa.
Kesiapan guru sangat urgen dalam pelaksanaan kurikulum ini. Kesiapan guru ini akan berdampak pada kegiatan guru dalam mendorong mampu ;ebih baik dalam melakukan observasi, bertanya, bernalar, dan mengkomunikasikan apa yang telah mereka peroleh setelah menerima materi pembelajaran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar