Akhir-akhir ini, fakta pergaulan bebas menjadi trending topic
dalam beberapa media. Pelakunya beragam dan mayoritas adalah para
remaja. Kasus terakhir yang marak dibicarakan yakni mengenai
terungkapnya kasus video porno yang dilakukan oleh siswa SMP Negeri di
Jakarta. Dan mirisnya adegan tersebut terjadi di lingkungan sekolah dan
kini sudah beredar luas di masyarakat. Selain itu, pada pertengahan
tahun ini, diberitakan bahwa ada siswi SMP di Surabaya yang menjadi
mucikari kawan-kawannya di sekolah. Siswi tersebut menawarkan
teman-temannya kepada para hidung belang. Mereka rela melakukan
perbuatan nista tersebut karena dipicu oleh gaya hidup materialistis dan
hedonis. Bukan semata karena himpitan ekonomi.
Pusat
Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Jawa Barat
mendapatkan temuan, 28 persen pekerja seks anak/ remaja di Bandung Raya
adalah pelajar aktif atau masih bersekolah (kompas,5/9/2013). Hasil
survey lain juga mengatakan satu dari empat remaja Indonesia melakukan
hubungan seksual pranikah dan membuktikan 62,7 persen remaja kehilangan
keperawanannya saat masih duduk di bangku SMP. Dan bahkan 21,2 persen
diantaranya berbuat ekstrim, yakni pernah melakukanaborsi.
Kasus-kasus
yang terungkap layaknya fenomena gunung es. Hanya mencuat di permukaan
saja. Kemungkinan yang terjadi malah lebih parah bahkan lebih banyak
daripada yang terungkap. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana
Nasional (BKKBN) pusat merilis 64 juta remaja Indonesia rentan memiliki
perilaku seks bebas. Angka yang sangat fantastis dari keseluruhan jumlah
penduduk di Indonesia. Bagaimana tidak, remaja sebagai
generasi penerus bertingkah laku yang tidak senonoh dan tidak layak di
masanya. Pertanyaannya adalah, bagaimana masa depannya nanti kalau
prilakunya sekarang saja sudah seperti itu? Pantaskah menjadi generasi
penerus bangsa yang akan menerima toggak estafet kepemimpinan di masa
depan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar